Teks didefinisikan oleh Luxemburg, sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, pragmatik merupakan suatu kesatuan. Berdasarkan pendapat tersebut, setidaknya terdapat tiga hal yag harus ada dalam sebuah teks. Tiga hal tersebut, yaitu: isi, sintaksis, dan pragmatik. Singkatnya dari uraian di atas teks memiliki makna, tatabahasa, & susunannya. Kemudian dalam sejarah dunia, teks kemudian menjadi sesuatu yang sangat penting
Marx kemudian mengenalkan adanya Materialisme Sejarah yang dalam uraiannya menjelaskan bahwa sejarah adalah sebuah bahwa kesadaran manusia adalah produk interaksi antara manusia dengan dunia secara dialektis, Jadi secara umum mungkin ditafsirkan bahwa sejarah adalah sebuah proses produksi manusia yang berlangsung terus menerus. Singkatnya Manusia tanpa bereproduksi takkan menghasilkan sejarah.
Kita harus ketahui teks merupakan sebuah produk hasil kerja manusia. Teks kemudian menjelaskan bagaimanakah sebuah proses dialektis antara manusia dengan dunia, ataupun manusia dengan manusia lainnya terlaksana, catatan sejarah menjadi coretan yang kemudian mempelajari bagaimana kebutuhan manusia dapat "terpenuhi" melalui sebuah faktor produksi. Teks adalah sebuah gambaran ilmu pengetahuan, teks adalah masa lalu, dan manusia hari ini berasal dari manusia yang ada di masa lalu. Dalam perjalanan sejarah teks kemudian menjadi sebuah alat produksi sebuah perubahan. bayangkan saja tanpa teks dari das kapital mungkin takkan ada komunis, tanpa adanya Al-Qanun fi At Tibb mungkin pengobatan modern takkan ada, tanpa adanya Origin of Species mungkin hari ini Amerika takkan berjaya, Tanpa adanya tulisan Khaled Said mungkin revolusi mesir tak akan terjadi. Babilonia hanya menjadi dongeng di kitab tanpa Code of Hammurabi. Dan Ingatlah bro, Tuhan saja bahkan mau menuliskan firman - Nya di Kitab agar Manusia bisa memaknai hidupnya dan mentransformasikan sifat - sifat Ketuhanan. Teks adalah motor sebuah perubahan, alat kontrol sosial, penggerak moral yang kemudian hampir mirip dengan fungsi intelektual.Itulah kemudian selayaknya menjadi senjata kaum - kaum revolusioner yang dalam hal ini bisa disebutkan sebagai kaum intelektual.
Herwono dalam bukunya berjudul mengikat makna menyebutkan bahwa teks adalah sebuah vitamin bagi manusia, yang di mana dengan vitamin tersebut dapat memberi kesehatan bagi manusia. Menulis juga dalam pandangannya adalah sebuah proses memperoleh makna dalam hidup. Menulis & membaca aalah sebuah relasi yang tak dipisahkan. Itulah yang kemudian menjadi betapa penulis hebat seperti Antonio Gramsci, Tan Malaka, Karl Marx, Pramoedya Ananta Toer, JK. Rowlings, dll kemudian dapat mentransformasikan pencarian makna hidup mereka ke dalam bentuk tulisan kepada orang - orang yang membaca. Tulisan tersebut kemudian menjadi sebuah informasi yang kemudian perombak pola pikir manusia bahkan menjadi monumental akan sebuah gerakan sosial di masyarakat. Hal itu sudah sepatutnya menjadi acuan kepada para orang - orang yang merasa "intelektual" yang mengaku agent of change, moral force, social control, dan bla bla bla.
Membangun Kesadaran Menulis
Dari uraian diatas, dipaparkan bagaimanakah teks itu menjadi sebuah penjelasan betapa pentingnya menulis bagi seorang kaum intelektual. Saya kemudian teringat bagaimana kondisi lingkungan kampus saya. Betapa menulis adalah kegiatan yang sangat jarang diminati bahkan cenderung dijauhi oleh orang - orang yang merasa "kader - kader intelektual" yang curriculum vittaenya sudah mumpuni. Harus diakaui hari ini bangsa Indonesia lebih tertarik Oralitas yang dalam hal ini berbicara dibandingkan dengan Tekstualitas. Padahal semua perubahan itu banyak berasal dari teks bukan dari omongan saja.
Dengan menulis kita kemudian bisa mereflesikan diri kita. Dengan menulis kita bisa menggambarkan perasaan kita. Dengan menulis kita bisa membangun sebuah peradaban. Sejarah dunia hampir semua berasal dari teks, dan manusia hidup untuk sebuah proses sejarah, apalagi untuk seorang intelektual. Ingat bro, pena adalah senjata seorang intelektual, kata adalah senjata, namun tanpa ditulis kata cuma menjadi sebuah proses yang cuma berlangsung sewaktu dan tak akan dikenang. Sudah saatnya kita sebagai intelektual mengembalikan kebiasaan untuk menulis. Menulislah untuk menemukan makna, Menulislah untuk membangun sebuah peradaban yang lebih baik. Menulislah untuk memanusiakan orang lain.
"Aku menulis buku, agar saat aku mati ada bagian diriku yang tetap hidup." - Oriana Fallaci
Dhihram T. - Kom FKG